Proposal Proyek

Jumat, 26 Februari 2010 06.50 by Rahmi Zuraida's bLog 0 komentar
Proposal Proyek

Ketika Semua Kegiatan Dilakukan Dengan Berbasis Komputerisasi; tugas 2

Sabtu, 20 Februari 2010 23.20 by Rahmi Zuraida's bLog 2 komentar
Dari dulu hingga sekarang, sudah begitu banyak hal-hal yang berkembang apalagi yang berkaitan dengan teknologi. Dahulu ketika belum berkenalan dengan teknologi, semua kegiatan kita masi bersifat konvensional. Mulai dari kegiatan perkantoran, pemerintahan, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan sistem pendidikan kita yang juga mengalami perubahan. Dulu, sistem pendidikan kita masih bersifat konvensional. Pendidik menjelaskan materi belajar dengan cara tatap muka dan ceramah. Jika ada praktikum, maka akan dilakukan di laboratorium. Untuk materi-materi tambahan, bisa didapatkan dari buku-buku pegangan yang ada di perpustakaan atau toko buku. Untuk zaman sekarang, ketika semua informasi sudah berkembang dengan sangat pesat, sudah pasti sangat tidak efektif jika hanya mengandalkan informasi hanya dari buku pegangan sekolah.

E-Learning
Karena sistem pendidikan yang bersifat tatap muka dan ceramah ini terbatas oleh ruang dan waktu, terlebih juga teknologi juga semakin meningkat, maka untuk beberapa institusi pendidikan pemerintah maupun nonpemerintah menerapkan sistem e-learning untuk mengatasi masalah keterbatasan ruang dan waktu ini. E-learning tidak tergantung pada ruang dan waktu. Pembelajaran dapat dilakukan dimana saja dan siswa juga dapat mengakses pembelajaran kapanpun dan dari manapun. Jadi para siswa dapat mengumpulkan tugas tanpa harus bertemu dengan guru, wawasan siswa juga bisa berkembang tidak hanya terpusat pada informasi yang itu-itu saja. E-learning tidak membutuhkan ruangan yang luas sebagaimana ruang kelas konvensional, ini membuat teknologi ini telah memperpendek jarak antara pengajar dan peserta didik.

Ubiquitous Computing
Sekarang komputer sudah mulai banyak dipergunakan. Ketika dulu satu komputer dipakai bersama-sama oleh beberapa orang, sekarang satu orang sudah mempunyai satu komputer. Sekarang kita berada di era komputer pribadi (PC). Untuk berikutnya, dipercaya kita akan menuju ke era ketiga—yaitu era ubiquitous computing, yang menekankan pada penggunaan komputer kepada lingkungan bukan personal. Nantinya, kita tidak akan menyadari bahwa semua kegiatan yang kita lakukan berbasis komputer. Komputer berada di balik layar lingkungan kehidupan kita.
Ini pasti akan memudahkan kita dalam melakukan segala hal, semuanya dilakukan secara otomatis hanya kita saja yang mengoperasikannya.

Antara U-learning dan E-learning.
Bisa dikatakan bahwa u-learning adalah inovasi atau perkembangan terbaru era ketiga dari e-learning yang selama ini sudah akrab di telinga kita.
Dimasa depan, komputer dekstop digantikan oleh perangkat yang portable, kecil, mobile dan murah. Jika hal ini diterapkan ke sistem pendidikan kita, hal ini akan membawa banyak keuntungan. Saya membaca sebuah komen dari mahasiswa ITB di forum mahasiswa UNNES (Universitas Negeri Semarang) yang mengemukakan ide tentang ubiquitous learning di dalam kampus. Konsepnya adalah dengan memasukkan komputer menjadi elemen ubiquitous atau embeded system (komputer yang sudah tertanam disuatu alat). Jadi, kedepannya adalah dunia digital dimana semua akan terhubung dengan yang namanya IP (Internet Protokol), dengan cara seperti ini maka akan bisa menjadi lebih mobile. Jadi kita tidak perlu lagi mengikuti kelas, cukup menggunakan perangkat yang ada dirumah misal cable TV atau media lainnya yang dengan itu kita bisa mengikuti kelas dari seorang dosen.
Ini adalah contoh dari konsep u-learning tersebut, sungguh konsep yang menarik walaupun terkesan aneh jika dibayangkan. Tetapi inilah teknologi, ia selalu berkembang dengan pesatnya.

Ketika semua hal sudah dilakukan dengan berbasis komputasi seperti ini, sudahkah kita menjalankannya dengan maksimal?
Mungkin belum semua melaksanakannya dengan maksimal, karena pasti masih ada orang-orang yang belum terbiasa dengan sistem seperti ini. Namun, tidak ada salahnya untuk dari sekarang terus membiasakan diri dengan teknologi yang berbasis komputasi jika tidak ingin negara kita tertinggal oleh negara lain yang sudah mulai menerapkan ubiquitous computing secara bertahap di dalam pekerjaan dan sistem pendidikan mereka.

Sumber Referensi:
  • Santrock, John W, 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, Jakarta: Kencana.
  • Munir, 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi dan Informasi, Bandung: Alfabeta

Perlukah Ujian Nasional Dilaksanakan?; tugas 1

Senin, 08 Februari 2010 05.27 by Rahmi Zuraida's bLog 0 komentar

Banyak fenomena yang terjadi di dunia pendidikan, salah satunya adalah Ujian Nasional. Inilah satu fenomena yang setiap tahunnya pasti di bahas di banyak media massa. Ujian Nasional setiap tahunnya selalu menjadi momok yang paling besar pada setiap siswa. Apalagi setiap tahunnya standar untuk kelulusan selalu dinaikkan. Banyak orang yang berpikiran bahwa jika tidak lulus Ujian Nasional, si anak akan di cap bodoh. Mereka pasti berpikir, ”masa untuk lulus ujian nasional saja tidak mampu?”. Ini merupakan persepsi yang salah.

Dulu di sekolah saya, diantara 1300 murid kelas XII ada 15 orang yang tidak lulus. Saya termasuk dari 1285 orang yang lulus. 15 orang siswa-siswi yang tidak lulus ini bukan lah anak yang bodoh dikelasnya. Diantara 15 orang tersebut ada salah satu teman saya, bukan teman sekelas, tetapi saya kenal baik. Saya tahu dia bukanlah dia anak yang bodoh, tergolong pintar walaupun dalam kategori sedang. Kerja keras saya belajar dalam persiapan menuju UN ini dibayar dengan kelulusan saya dengan nilai yang sangat baik. Tidak dipungkiri, ada juga bantuan dari ”pihak ketiga” yang berperan disini. Semua orang pasti tahu, pelaksanaan UN tidak selalu sepenuhnya jujur. Begitu juga dengan sekolah saya, setiap tahun kami mendapat jawaban soal dari salah satu yayasan pendidikan di kota kami, ini menjadi langganan setiap tahunnya tersebar dari mulut ke mulut melalui siswa-siswi.

Jika kecurangan yang seharusnya ”menguntungkan” itu terjadi, kenapa juga tetap ada yang tidak lulus? Kemungkinan ada beberapa hal yang menyebabkan kenapa ada murid yang pintar tetapi tidak lulus UN. Pertama, siswa mungkin cenderung meremehkan hal-hal yang sebenarnya harus sangat diperhatikan, seperti menjaga Lembar Jawaban Komputer tetap bersih.

Kedua, kesalahan informan memberikan kunci jawaban. Kecurangan ini sudah menjadi rahasia umum. Disaat pemerintah menaikkan standar kelulusan untuk menaikkan standar kecakapan siswa dalam belajar, disisi lain pihak sekolah melakukan segala cara agar seluruh muridnya lulus 100%. Hal ini dilakukan agar pamor sekolahnya tidak turun. Kecurangan ini juga terjadi di sekolah saya, bisa dikatakan ini adalah sebuah tradisi tiap tahunnya agar sekolah kami lulus 100% walaupun target ini tidak selalu terpenuhi.

Tes Standar

Tes standar mengandung prosedur yang seragam untuk menentukan nilai administrasinya. Tes standar bisa membandingkan kemampuan murid dengan murid lain pada pada usia atau level yang sama, biasanya dilakukan di tingkat nasional. Biasanya kita sebut dengan ujian nasional atau ujian negara. Biasanya bertujuan untuk:

  • Memberikan informasi tentang kemajuan murid.
  • Mendiagnosis kekuatan dan kelemahan murid.
  • Memberikan bukti untuk penempatan murid dalam program khusus.
  • Memberi informasi untuk merencanakan dan meningkatkan pengajaran atau instruksi.

Banyak kritik terhadap Ujian Nasional (Ujian Negara):

  • Menumpulkan kurikulum dengan penekanan lebih besar pada hafalan ketimbang pada keahlian berpikir dan memecahkan masalah.
  • Mengajar demi ujian.
  • Diskriminasi terhadap murid dari status sosial ekonomi (SES) rendah dan minoritas.

Kelemahan ujian negara juga terletak dalam hal validitas yang diambil dari hasil ujian.

Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar menunjukkan kegiatan belajar yang perlu dilakukan oleh peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar untuk mencapai penguasan kemampuan dan materi pembelajaran. Dapat diperoleh melalui kegiatan di dalam dan di luar kelas. Contoh di dalam kelas adalah interaksi antara peserta didik dan sumber belajar, seperti bedah buku dan percobaan di laboratorium. Contoh di luar kelas adalah mengamati apa yang ada disekitarnya. Pengalaman belajar ini sebaiknya dikombinasikan dengan hal-hal yang berbau teknologi, seperti e-learning. Peserta didik tidak hanya mendapat materi belajar dari buku-buku pegangan, tetapi juga dari situs-situs pendidikan yang kita miliki, seperti situs e-dukasi.net. Banyak materi-materi baru yang kita dapat di situs ini. Ini bisa menjadi salah satu penunjang siswa untuk menghadapi UN.

Berdasarkan pengalaman saya saat di bangku sekolah, ketika duduk di kelas X SMA, sekolah kami sudah mulai memakai perangkat komputer dan jaringan internet. Pihak sekolah menyediakan satu ruangan khusus untuk perangkat komputer yang kami sebut dengan ”Laboratorium Komputer”. Pada saat itu, jaringan internet ini sama sekali tidak bisa diandalkan untuk searching atau browsing materi-materi pelajaran seperti di situs e-dukasi.net dengan koneksi cepat. Pemakaian komputer pun masih hanya sebatas pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi saja, seperti Microsoft Windows dan bagaimana cara membuat database. Perangkat penunjang pembelajaran ini hanya digunakan sekali seminggu saja, bahkan sistemnya pun juga belum maksimal. Ini sama sekali tidak berpengaruh, ada atau tidak adanya perangkat komputer, sistem belajar kami juga masih konvensional seperti biasa tidak berbasis kepada teknologi.

Jadi, perlukah Ujian Nasional ini dilaksanakan? Banyak yang beranggapan ujian ini tidak perlu dilaksanakan karena tidak kunjung membuat kualitas pendidikan kita membaik, apalagi dengan banyaknya kecurangan-kecurangan yang terjadi. Sesuatu hal yang percuma. Bukankah lebih baik, jika sistem penilaian UN ini diubah. Tidak dinilai hanya berdasarkan angka-angka cemerlang yang dihasilkan sang anak. Tetapi juga memperhatikan aspek moral. Siswa atau siswi mana yang sebenarnya pantas untuk diluluskan dan menjadi generasi bangsa yang cemerlang. Tentu saja generasi yang cemerlang itu adalah siswa-siswi yang mendapatkan nilai bagus, disamping itu memiliki moral yang baik pula.


Sumber Referensi:

  • Santrock, John W, 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
  • Munir, M.IT,2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.



Tugas Diskusi Kelompok 1

Minggu, 07 Februari 2010 22.21 by Rahmi Zuraida's bLog 1 komentar

Diskusi Kelompok Psi. Pendidikan


Bagaimana pandangan dan penilaian kelompok anda sehubungan dengan kewajiban setiap mahasiswa yang mengikuti mata kuliah psikologi pendidikan 3 sks tahun ajaran 2009/2010, harus memiliki email dan blog ditinjau dari uraian psikologi pendidikan dan fenomena pendidikan di Indonesia, Medan khususnya.

Menurut kelompok kami, suatu kemajuan besar yang dapat dicapai dari kewajiban yang secara tersurat diberikan kepada para mahasiswa pada tahun ajaran 2009/2010. Karena apa? Di dalam kewajiban tersebut terletak unsur yang lebih maju dan nilai pendidikan yang lebih tinggi. Karena, selain meningkatkan pengetahuan di bidang psikologi pendidikan, di lain pihak, kita juga meningkatkan pengetahuan di bidang ICT (Information, Comunication and Technology).
Selain itu, secara garis besar, para mahasiswa belajar untuk lebih menghargai alam, karena sudah pasti dengan adanya kewajiban ini, pengurangan penumpukan kertas akan lebih menurun. Bukankah hal ini bisa dijadikan sebagai pembekalan awal untuk meraih prestasi yang lebih besar?
Kewajiban ini juga bisa dilihat dari efisiensi kerja, termasuk efisiensi waktu. Tugas juga bisa dikerjakan lebih ringan, karena bisa dikerjakan kapanpun kita inginkan, misalnya, bisa dikerjakan disela-sela makan siang. Selain itu, metode pengajaran tidak harus selalu tatap muka, karena dengan tidak harus tatap muka, mahasiswa juga bisa mendapat informasi mengenai pembelajaran. Suatu pembelajaran akan lebih menarik dan mengesankan, ketika pembelajaran itu juga mengikuti perkembangan zaman, sehingga tidak tertinggal dengan pembelajaran dari negara lain.


Kewajiban ini memberikan pengetahuan baru, berupa penggunaan blog dan email. Secara tidak langsung, mata kuliah ini memaksa mahasiswa-nya untuk bergerak di bidang teknologi. Dengan adanya blog, para mahasiswa mampu terinspirasi dari berbagai hal, dan bisa mendapatkan pembelajaran melalui berbagai sumber, tidak hanya tergantung dari waktu pertemuan di kampus. Para mahasiswa diarahkan untuk mampu mencari ilmu dengan kemampuannya sendiri, tidak hanya didapatkan dari sang dosen. Yaitu dengan cara browsing di internet. Selain itu, blog mampu menjadi wadah publikasi kreatifitas mahasiswa, karena lewat blog itu para mahasiswa tidak hanya menjadi peserta didik saja tetapi juga menjadi sumber info bagi orang lain yang melihat isi blog tersebut dan hal ini juga bisa menginspirasi orang lain. Bisa jadi ini juga menjadi sumber inspirasi bagi dosen-dosen mata kuliah atau fakultas lain untuk menerapkan sistem perkuliahan seperti ini.


Selain blog memberikan manfaat bagi seseorang, blog juga memberikan dampak negatif bagi orang yang mengggunakannya. Adapun dampak negatif itu misalnya seperti menjadikan blog itu sebagai media untuk menjatuhkan seseorang ataupun mengkritik seseorang. Dengan adanya blog, seseorang dapat membuat posting yang isinya dapat menjatuhkan orang lain. Hal inilah yang merupakan salah satu dampak negatif dari nge-blog, karena tidak seorang pun bisa menjamin seseorang untuk selalu mem-posting hal-hal yang positif. Namun demikian, hal ini kembali kepada diri setiap individu. Tetapi kami yakin, mahasiswa psikologi tidak akan melakukan hal yang negatif seperti itu.


Selain itu, ada pula hal negatif lainnya dari blog, salah satunya adalah kita lupa waktu karena asyik dengan blog. Bisa saja karena keasyikan internetan, membuat lupa dengan tujuan awal. Yang awalnya, hanya berniat untuk membuat tugas namun bisa beralih menjadi hal yang lain, seperti ”mumpung lagi gak ada ide, buka facebook dulu ahh..” atau ”aduh, mumpung lagi ingat download lagu bentar ahh, kan cuma sebentar.”
Selain itu, hal ini juga sulit bagi mereka yang kurang mampu, karena tidak semua mahasiswa memiliki komputer pribadi. Mereka harus berulang kali ke warnet, apalagi jika ada tugas mendadak. Jadi, bagi mereka yang tidak mempunyai komputer pribadi tidak bisa memaksimalkan kewajibannya karena terikat dengan waktu.


Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa suatu pengambilan kebijakan khususnya dalam pengambilan metode dalam pembelajaran, ada dampak positif dan negatifnya. Para mahasiswa harus mampu memilah kewajiban mereka agar tidak terjerat dalam hal yang ’berlebih-lebihan’. Karena ketika seseorang itu terikat di dalam suatu hal yang berlebihan ataupun kekurangan, akan mengubah kestabilan para mahasiswa dalam memanage waktu.
Dengan demikian, suatu kebijakan akan berjalan mulus jika setiap pihak di dalamnya bergerak sesuai sistem yang berlaku, jangan terlalu berlebihan, ataupun kurang. Karena, ketika individu itu memberlakukan hal positif dalam kebijakan tersebut, maka kebikan itu bisa menjadi media yang sangat bermanfaat bagi orang lain dan diri individu itu sendiri. Tergantung dari penggunaan individu itu sendiri, apakah secara berlebih-lebihan atau sewajarnya.

Terima kasih, semoga bermanfaat.... (^_^)


Kelompok V

09-014 Rafita Attia
09-032 Imam Damara
09-034 Bobby Kurniawan
09-050 Utami Nurhafsari Putri
09-066 Rahmi Zuraida

Ternyata Monyet Juga Suka Musik..

Jumat, 05 Februari 2010 04.07 by Rahmi Zuraida's bLog 2 komentar
Kecintaan akan musik memang bersifat universal bagi manusia. Semua orang sepertinya menyukai musik meski kadarnya berbeda-beda. Nah, sejak kapankah manusia dan nenek moyangnya menyukai musik? Apakah primata lainnya juga menyukai bunyi yang harmonis daripada yang sumbang?

Yang jelas, Cotton-Top Tamarin Monkey (monyet Tamarin jenis Cotton-Top) tidak mengerti musik, menurut penelitian terdahulu. Namun, spesies primata yang terdekat dengan manusia, yaitu simpanse, belum pernah diuji dalam hal ini.

Sulit bagi para peneliti untuk menemukan contoh dari spesies mana pun yang belum pernah terekspose musik sama sekali (mungkin karena saking sukanya manusia pada musik maka kita memutarnya keras-keras dimana pun). Namun, Kazuhide Hashiya dari Universitas Kyushu di Fukuoka, Jepang, menemukan satu simpanse yang memenuhi syarat itu di suatu taman zoologi. Simpanse betina berumur 17 minggu itu bernama Sakura. Ia ditolak oleh induknya, dan telah dibesarkan oleh manusia tanpa pengaruh radio, televisi, CD player, atau sumber musik lainnya.

Dalam percobaan, Hashiya bersama Tasuko Sugimoto (mahasiswa) dan beberapa kolega lainnya mengatur agar Sakura bisa menarik tali untuk memutar irama lagu klasik setelah diberi sedikit contoh lagu. Beberapa irama sengaja dibuat sumbang dengan teknologi komputer, contohnya dengan mengubah semua nada G menjadi G-flat. Sakura memutar lagu yang asli, yaitu yang nada-nadanya sesuai, 55 persen lebih sering daripada versi yang sudah diubah. Artinya, simpanse ini sepertinya lebih suka musik yang tak sumbang.

Masih belum jelas mengapa manusia merasakan kenikmatan bila mendengar kombinasi suara yang harmonis, tetapi apa pun yang terjadi dalam otak kita, kemungkinan besar itu juga bisa terjadi pada seekor simpanse. Mungkin saja moyang evolusi kita yang diperkirakan segaris dengan simpanse juga menyukai musik.
Riset ini dijabarkan dalam jurnal Primates.


sumber: KOMPAS.com

NB: semoga bermanfaat. (^_^)