Banyak fenomena yang terjadi di dunia pendidikan, salah satunya adalah Ujian Nasional. Inilah satu fenomena yang setiap tahunnya pasti di bahas di banyak media massa. Ujian Nasional setiap tahunnya selalu menjadi momok yang paling besar pada setiap siswa. Apalagi setiap tahunnya standar untuk kelulusan selalu dinaikkan. Banyak orang yang berpikiran bahwa jika tidak lulus Ujian Nasional, si anak akan di cap bodoh. Mereka pasti berpikir, ”masa untuk lulus ujian nasional saja tidak mampu?”. Ini merupakan persepsi yang salah.
Dulu di sekolah saya, diantara 1300 murid kelas XII ada 15 orang yang tidak lulus. Saya termasuk dari 1285 orang yang lulus. 15 orang siswa-siswi yang tidak lulus ini bukan lah anak yang bodoh dikelasnya. Diantara 15 orang tersebut ada salah satu teman saya, bukan teman sekelas, tetapi saya kenal baik. Saya tahu dia bukanlah dia anak yang bodoh, tergolong pintar walaupun dalam kategori sedang. Kerja keras saya belajar dalam persiapan menuju UN ini dibayar dengan kelulusan saya dengan nilai yang sangat baik. Tidak dipungkiri, ada juga bantuan dari ”pihak ketiga” yang berperan disini. Semua orang pasti tahu, pelaksanaan UN tidak selalu sepenuhnya jujur. Begitu juga dengan sekolah saya, setiap tahun kami mendapat jawaban soal dari salah satu yayasan pendidikan di kota kami, ini menjadi langganan setiap tahunnya tersebar dari mulut ke mulut melalui siswa-siswi.
Jika kecurangan yang seharusnya ”menguntungkan” itu terjadi, kenapa juga tetap ada yang tidak lulus? Kemungkinan ada beberapa hal yang menyebabkan kenapa ada murid yang pintar tetapi tidak lulus UN. Pertama, siswa mungkin cenderung meremehkan hal-hal yang sebenarnya harus sangat diperhatikan, seperti menjaga Lembar Jawaban Komputer tetap bersih.
Kedua, kesalahan informan memberikan kunci jawaban. Kecurangan ini sudah menjadi rahasia umum. Disaat pemerintah menaikkan standar kelulusan untuk menaikkan standar kecakapan siswa dalam belajar, disisi lain pihak sekolah melakukan segala cara agar seluruh muridnya lulus 100%. Hal ini dilakukan agar pamor sekolahnya tidak turun. Kecurangan ini juga terjadi di sekolah saya, bisa dikatakan ini adalah sebuah tradisi tiap tahunnya agar sekolah kami lulus 100% walaupun target ini tidak selalu terpenuhi.
Tes Standar
Tes standar mengandung prosedur yang seragam untuk menentukan nilai administrasinya. Tes standar bisa membandingkan kemampuan murid dengan murid lain pada pada usia atau level yang sama, biasanya dilakukan di tingkat nasional. Biasanya kita sebut dengan ujian nasional atau ujian negara. Biasanya bertujuan untuk:
- Memberikan informasi tentang kemajuan murid.
- Mendiagnosis kekuatan dan kelemahan murid.
- Memberikan bukti untuk penempatan murid dalam program khusus.
- Memberi informasi untuk merencanakan dan meningkatkan pengajaran atau instruksi.
Banyak kritik terhadap Ujian Nasional (Ujian Negara):
- Menumpulkan kurikulum dengan penekanan lebih besar pada hafalan ketimbang pada keahlian berpikir dan memecahkan masalah.
- Mengajar demi ujian.
- Diskriminasi terhadap murid dari status sosial ekonomi (SES) rendah dan minoritas.
Kelemahan ujian negara juga terletak dalam hal validitas yang diambil dari hasil ujian.
Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar menunjukkan kegiatan belajar yang perlu dilakukan oleh peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar untuk mencapai penguasan kemampuan dan materi pembelajaran. Dapat diperoleh melalui kegiatan di dalam dan di luar kelas. Contoh di dalam kelas adalah interaksi antara peserta didik dan sumber belajar, seperti bedah buku dan percobaan di laboratorium. Contoh di luar kelas adalah mengamati apa yang ada disekitarnya. Pengalaman belajar ini sebaiknya dikombinasikan dengan hal-hal yang berbau teknologi, seperti e-learning. Peserta didik tidak hanya mendapat materi belajar dari buku-buku pegangan, tetapi juga dari situs-situs pendidikan yang kita miliki, seperti situs e-dukasi.net. Banyak materi-materi baru yang kita dapat di situs ini. Ini bisa menjadi salah satu penunjang siswa untuk menghadapi UN.
Berdasarkan pengalaman saya saat di bangku sekolah, ketika duduk di kelas X SMA, sekolah kami sudah mulai memakai perangkat komputer dan jaringan internet. Pihak sekolah menyediakan satu ruangan khusus untuk perangkat komputer yang kami sebut dengan ”Laboratorium Komputer”. Pada saat itu, jaringan internet ini sama sekali tidak bisa diandalkan untuk searching atau browsing materi-materi pelajaran seperti di situs e-dukasi.net dengan koneksi cepat. Pemakaian komputer pun masih hanya sebatas pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi saja, seperti Microsoft Windows dan bagaimana cara membuat database. Perangkat penunjang pembelajaran ini hanya digunakan sekali seminggu saja, bahkan sistemnya pun juga belum maksimal. Ini sama sekali tidak berpengaruh, ada atau tidak adanya perangkat komputer, sistem belajar kami juga masih konvensional seperti biasa tidak berbasis kepada teknologi.
Jadi, perlukah Ujian Nasional ini dilaksanakan? Banyak yang beranggapan ujian ini tidak perlu dilaksanakan karena tidak kunjung membuat kualitas pendidikan kita membaik, apalagi dengan banyaknya kecurangan-kecurangan yang terjadi. Sesuatu hal yang percuma. Bukankah lebih baik, jika sistem penilaian UN ini diubah. Tidak dinilai hanya berdasarkan angka-angka cemerlang yang dihasilkan sang anak. Tetapi juga memperhatikan aspek moral. Siswa atau siswi mana yang sebenarnya pantas untuk diluluskan dan menjadi generasi bangsa yang cemerlang. Tentu saja generasi yang cemerlang itu adalah siswa-siswi yang mendapatkan nilai bagus, disamping itu memiliki moral yang baik pula.
Sumber Referensi:
- Santrock, John W, 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
- Munir, M.IT,2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
Posting Komentar